Kamis, 24 Juli 2014

My Steps from Gontor to Germany part 1


Bradenburgertor Berlin Germany

-------------------True Story----------------------

Jerman, adalah salah satu negera di Eropa barat yang menjadi salah satu tujuan utama mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan studinya, disamping biaya studi yang terjangkau dan hampir gratis, Jerman juga merupakan negara terindah di benua biru. Jerman merupakan negara maju yang memiliki keunggulan dibidang teknik dibandingkan dengan negara negara lainnya di dunia.






Rathaus Hamburg Germany
Sekedar pengingat sih, sebenarnya aku ini anak nya agak pelupa. Banyak pengalaman yang aku alami tapi klo lupa? Gmna ntar aku cerita ke anak anak, cucu cucu, kucing piaraan? Haha :D lebayy...maka dari itu di blog ini aku ingin berbagi tentang pengalamanku bagaimana aku bisa melanjutkan studi di negeri panser ini. Takutnya lupa...hhe. Pengalaman yang penuh dengan mimpi dan keajaiban disetiap babaknya. Hingga sekarangpun masih penuh dengan keajaiban, dan aku yakin hari hari kedepanku masih penuh dengan keajaiban lagi. :D. Dibagian pertama ini akan aku ceritakan bagaimana awal aku berfikiran untuk melanjutkan studi di Jerman. Juara Piala Dunia 2014 brooohhh....:D


Aku masih di pondok Gontor.

Perjalananku belajar di Jerman berawal ketika aku sedang menulis skripsi dikamar bersama kakak kelasku, ustadz Nurwinsyah. Aku menulis sambil mengobrol ngobrol tentang studi diluar negeri. Kakak kelasku itu memang baru selesai S1 dan ingin melanjutkan studinya di luar negeri. Kamipun berkhayal dan bermimpi untuk melanjutkan studi di Australia dan membicarakan bagaimana caranya. Berapa biayanya, apa syarat syarat yang harus dipenuhi. Namun kami masih harus menyelesaikan pengabdian kami di Pondok Gontor selama dua tahun setelah wisuda, namun demikian kami tidak sabar untuk cepat cepat melanjutkan studi diluar negeri. aku pun ingin mencoba untuk memimta izin kepada bapak pimpinan pondok untuk melanjutkan studi di luar negeri, siapa tau diberi ijin. aku berfikir untuk tidak menyelesaikan skripsi alias meninggalkan Sarjanaku yang sudah didepan mata untuk bisa secepatnya belajar di luar negeri. Skripsi yang hampir setengahnya selesaipun harus rela aku tinggalkan. Gak apalah gak diwisuda dan gak dapat ijazah S1, yang penting kan udah dapat ilmunya. (sok gak butuh ijazah..wkwkw). Namun itu semua kuputuskan setelah aku bermusyawarah dengan orang tuaku dan mereka mengijinkan. Aku berniat mengulang S1 dan  mengambil jurusan akutansi di salah satu universitas di Australia. Karena aku  memang suka dengan ilmu pasti. Namun teman teman harus tau, bahwa tanpa beasiswa, belajar di negeri kanguru ini sangat berat dari segi finansial karena membutuhkan dana yang tidak sedikit. Menurut informasi yang aku dapatkan biayanya kalau tidak salah adalah 36.000 dolar untuk syarat pembuatan visa saja. Jadi dalam rekening kita harus ada uang sebanyak itu tiap tahun. Tapi untungnya orang tuaku setuju karena aku punya paman yang memiliki banyak relasi di Australia dan sekiranya bisa membantuku disana nantinya. Dari pertimbangan pertimbangan itulah aku membulatkan tekad untuk meninggalkan S1 ku dan belajar di negeri kanguru. Muke gile lu sad, udah semester 8 mau ninggalin tuh wisuda terus ngulang S1 lagi? Kapan kawinnya sad???? Hha :D #aku rapopo. Aku harus meminta ijin kepada bapak pimpinan pondok dan mengutarakan maksudku kepada beliau. Akupun harus konsultasi kesana kemari, bertanya apa mungkin aku bisa ijin untuk pulang padahal aku sedah guru tahun ke 4 di Gontor. Ada yang bilang, gak mungkin diijinkan, namun ada juga yang bilang coba saja, ijin dulu lah, diijinin atau nggak itu urasan Allah. (sok bijaksana padahal galau juga). Beliau (ustadz Hasan) baik kok. Aku harus mengatur kapan aku harus menemui beliau. Aku juga berkonsultasi dengan temanku yang kebetulan juga pernah lama tinggal di australia. Pokoknya aku atur sedemikian rupa sehingga tiba saat aku harus datang menghadap bapak pimpinan pondok.

Saat itu bapak pimpinan kami, Bapak KH Abdullah Syukri Zarkasyi sedang sakit sehingga tidak memungkinkan untuk dikunjungi apalagi dimintai ijin. Sehingga saya harus ijin kepada pimpinan pondok yang lain yaitu KH Hasan Abdullah Sahal dan KH Syamsul Hadi Abdan. Kebetulan waktu itu aku adalah sopir pondok yang sering mengantarkan guru guru senior bahkan pimpinan pondok untuk pergi ke pondok pondok cabang jikalau ada acara. Sehingga mau tidak mau aku tidak terlalu asing bagi bapak pimpinan pondok. Beberapa kali aku mengantar bapak KH Syamsul Hadi Abdan ke pondok cabang, makan bareng beliau di restoran, alhamdulillah klo jodoh mah gak bakalan kemana. (loh kok nyambung ke jodoh sih sad?. Walaupun beliau sering lupa namaku, namun beliau pasti ingat muka ku. Akupun meminta nomer handphone ust Hasan kepada sekertaris beliau. Setelah aku mendapatkannya, segera aku SMS beliau dengan sopan, aku perkenalkan siapa aku dan aku bilang bahwa aku ingin sowan kerumah beliau. Beberapa waktu kemudian ust Hasan membalas SMSku dan beliau bilang bahwa beliau menungguku setelah maghrib di pondok Al Muqoddasah. Alhamdulillah.

KH Hasan Abdullah Sahal, KH Abdullah Syukri Zarkasyi,
KH Syamsul Hadi Abdan
Maghrib hari itu sedang gerimis. Kamarku yang agak jauh dari komplek pondok memaksaku untuk kebasahan karena gerimis. Aku menuju rumah beliau dengan motor kesayanganku, dan sampailah aku di pondok al Muqoddasah yang terletak tidak jauh dari komplek pondok Gontor. Pondok al Muqoddasah merupakan pondok tahfidz quran anak anak yang merupakan pondok milik ust Hasan Abdullah Sahal juga. Aku pun menuju kerumahnya yang terletak di pojok komplek al Muqoddasah. Aku menunggu didekat rumah beliau sambil mengeringkan baju koko dan jaket yang agak basah. Namun tak seorangpun yang aku kenal. Aku masih menunggu sampai datang ibu ibu yang menyapaku dan mengatakan bahwa ustadz Hasan menungguku di rumah barat. Rumah barat itu adalah rumah beliau yang terletak di komplek pondok Gontor tepat disamping masjid jami’ Gontor. Dengan semangat aku menuju rumah barat. Sesampainya aku disana, aku melihat beliau sedang bersama staff pengasuhan santri dan sedang membicarakan sesuatu. Akupun memutuskan untuk menunggu sejenak di bagian penggerak bahasa LAC yang kantornya terletak tepat dibelakang kediaman ust Hasan. Gerimis masih saja dan lantunan ayat suci alquran tanda akan masuk waktu isya pun sudah terdengar dari loudspeaker masjid. Aku sudah was was takut keburu isya dan otomatis beliau ustad hasan pun akan menyuruhku untuk datang kembali keesokan harinya. Berkali kali aku mengintip ke teras rumah beliau dan mendapati beliau masih berbincang bincang. Sehingga terdengarlah  suara adzan. Beliaupun mengahkiri penbincangan beliau dan masuk kerumah dan staff pengasuhan santri pun pamit. Aku tunggu adzan selesai dan kupaksakan untuk tetap menemui beliau. Aku ketuk pintu rumah beliau beberapa kali dan mengucapkan salam. Istri beliau keluar dan menyuruhku untuk duduk diteras dan menunggu sebentar. Takut sekali rasanya untuk bertemu beliau dan mengutarakan maksudku. Tapi bismillah. Aku coba. Jarrib wa laahid takun aarifan. Cobalah dan perhatikanlah maka engkau akan mengerti. Demikian pepatah arab mengatakan. (dulu aku guru Mahfudzhot kelas 3 loh :D). Jika aku coba akan ada kemungkinan diijinkan atau tidak diijinkan. Namun jika aku tidak  mencoba semuanya akan selesai. Aku harus keluar dari zona nyamanku. Beliaupun keluar dari rumah dan menyapaku dan menanyakan maksud kedatanganku. Ada apa ya akhi? Sapa beliau. Aku segera mencium tangan beliau dan aku ceritakan semuanya kepada beliau. Aku perkenalakan diriku lagi dan aku bilang aku ingin melanjutkan studiku di universitas perth di Australia. Aku bilang aku punya paman yang sekarang adalah menjadi Purek 1 di UIN Surabaya. Beliaulah yang akan membantuku untuk studi di Australia. Keajaiban mimpi dan doapun kembali datang. Diluar dugaan, ternyata ustadz Hasan antusias dan malah banyak bertanya. Beliau juga mengkhawatirkan umurku dan kemampuanku di bidang ilmu pasti dan bahasa inggris jika aku mengambil jurusan akutansi di Australia. Dan juga bahasa tentunya. Namun aku yakinkan beliau bahwa aku memang suka pelajaran matematika dan fisika. Kebetulan selama 4 tahun mengajar di pondok Gontor aku selalu mendapat bagian matematika selain juga mendapatkan pelajaran pelajaran agama. Seperti Tauhid, Fiqh, atau bahkan pernah mengajar Grammar. Beliau tertawa dan bahkan bercerita kepadaku bahwa beliau pernah ke kota Perth Australia dan memiliki keluarga yang akan menyelesaikan studinya dari universitas itu. Beliau bercerita juga bahwa di Perth itu sangat dingin lebih dingin daripada di indonesia. Saya hanya mengangguk dan tersenyum mendengarkan penuturan beliau. Dan terakhir beliau menyuruhku untuk melengkapi pengabdian sampai bulan Ramadhan dan setelah itu beliau mengizinkan ku untuk melanjutkan studi di negeri seberang. Karena memang kebetulan 3 bulan lagi akan masuk waktu Ramadhan. Akupun pamit dan mencium tangan beliau. Alhamdulillahirabbil alamin.....serasa terbang teman. Terbang,..aku diijinkan. Inilah salah satu langkah tersulit yang membuat orang lain mungkin akan mundur sebelum mencobanya...dan satu lagi, aku telah berhasil melewatinya. Seperti anak muda yang lain, langsung aja buka facebook dan nulis status deh...:D

Dalam penantianku selama tiga bulan menunggu Ramadhan, hari hariku berjalan seperti biasa, mengajar, membantu di toko buku latansa, namun tanpa skripsi, karena memang keputusanku udah bulat untuk tidak melanjutkan proses sarjanaku. Ohya, nyupir juga :D aku kan sopir pondok. Bukan sopir taksi loh ya...Aku sering maen ke kamar Tusyam, teman baikku, teman sejak masih dalam kandungan. (lebayyy..). dia temenku dilatansa dulu sebelum dia dipindah ke yayasan mobil. Dia supir pondok juga namun udah tingkat dewa. Mobil alphard pun udah dia supirin...mantab kan dia..:D. Waktu main ke kamarnya, lagi laper nyari makanan, ia sedang ngerjain skripsinya dan aku ejek dia saat nulis skripsinya. Biasanya sih gak digubris, namun kadang dia jengkel juga...:D. Fyi, di yayasan mobil itu banyak banget makanan loh...gak kalah sama koperasi atau dapur. LOL


Aku saat masih jadi saiq ma'had (supir pondok) keren gak sih?? :D

Suatu hari setelah selesai mengajar, seperti biasa aku menunggu jemputan ke lantansa di wartel Gambia (kamar keduaku setelah latansa buku, disana ada mak Lepo sih..eh ust Erwin maksudnya..hhe). Aku duduk santai dikursi depan wartel. Kulihat sebuah majalah gontor tergeletak disampingku. Aku buka buka siapa tau ada informasi. Sudah biasa jika aku dapat majalah gontor, yang aku cari adalah informasi tentang studi diluar negeri. Walaupun kayaknya gak mungkin deh aku bisa belajar diluar negeri dengan kondisi ekonomi keluarga yang sederhana. Untuk memburu beasiswa pun kayaknya sulit, karena IELTS atau TOEFL pun aku gak punya. Cuman bahasa arab doang yang diandalin. Itupun pas pasan. Tapi aku gak mau sekolah ke timur tengah. Mending ambil master di Indonesia aja lah daripada harus sekolah di timur tengah. Sok banget lah nte sad...:D Paling nggak, dari informasi beasiswa di majalah gontor, aku bisa lihat foto foto teman teman yang udah sukses bisa belajar diluar negeri. Kan bisa ikut seneng...

Kembali ke leptop, dimajalah gontor itu aku dapat informasi yang sangat manarik bagiku, yaitu studi gratis di Jerman!!. Ah masa sih? Aku baca aja infonya. Ternyata itu adalah informasi dari sebuah agen di daerah ibukota. Judulnya, hanya dengan 25 juta rupiah, anak anda bisa belajar di Jerman...(ah masa?). Di artikel itu manis semua isinya, mulai dari studi gratis, sampe studi dibayar, keindahan alam Jerman, dll. Di artikel itu ada kontak HP dari agen tersebut, wah kesempatan emas ini nggak boleh aku sia siakan, aku telpon langsung agennya, bismillah. Pas aku telpon yang ngangkat mbak mbak, lalu aku ceritakan kondisiku waktu itu, bahwa aku dari pondok dan aku udah semester 8 tapi aku tinggalkan Sarjanaku demi bisa sekolah keluar negeri. Curcol deh....:). Lalu mbak itu memberiku saran klo lebih baik aku sekolah di Perancis aja, sebab di Jerman, ijazah dari pondok itu agak bermasalah. Setelah konsultasi dan menanyakan apa aja yang bisa aku tanyakan, aku ucapkan terima kasih dan akan menelpon lagi setelah musyawarah sama ortu. Ok. Sip sejak itu aku selalu browsing internet dan proses belajar ke jerman. Disitulah aku kenal website andalanku (www.jermandes.worpress.com). Dari website ini aku tau bahwa studi ke jerman jika kita pake jasa agen akan sangat malah, dan berlipat ganda biayanya dibandingkan jika kita mau ngurus sendiri. Oke. Selain karena keluargaku yang tidak mandi uang, (tidak kaya), aku memutuskan untuk mengurus semua sendiri tanpa agen. Aku lupain deh tuh agen. Aku juga harus mulai belajar mengurus dokumen dokumen yang aku butuhkan sendiri, karena aku tau di Jerman sana semuanya akan serba sendiri, gak ada lagi agen, gak ada lagi yang selalu siap sedia untuk membantu kita, harus mandiri (bukan mandi sendiri, karena kalo mandi sih selalu sendiri karena belum punya istri..wkwkwk).  Selain itu disitulah aku mengenal goethe institut jakarta. Sekolah bahasa jerman nomer wahid di Indonesia yang bekerja sama langsung dengan kedutaan Jerman. Ku korek semua informasi di website itu, aku konsultasikan dengan orang tua, aku rencanakan dari A sampe Z. Namun sayang seribu sayang, pendaftaran di goethe institut tidak bisa via online, alias kita harus datang langsung pada hari H pendaftaran, namun bisa diwakilkan, itupun jika beruntung dapat kelas, karena jumlah peminat yang banyak dan kursi yang terbatas. Padahal posisiku masih dipondok dan tidak mungkin keluar pondok apalagi ke Jakarta hanya untuk mendaftar. Untung ada temenku konsulat Jakarta, Iqbal, yang membantu, kebetulan dia harus pulang ke Jakarta, dan rumah dia tidak terlalu jauh dari Goethe Institut, Menteng.
          Yaudah aku nitip dia untuk mendaftarkan. Alhamdulillah dia mau membantuku. Baik bangetts..makasih bal..:). Biaya di Goethe waktu itu klo tidak salah 6.500.000 per tingkat, aku ambil 2 tingkat, jadi biaya kursus aja kira kira 13.000.000. belom termasuk buku loh...bukunya kira kira 300.000.000.000 permodul. Mahal amat sad??? Bukunya tebel tau.. Aku pake 3 modul, jadi kira kira habis sejuta lah buat buku. Untuk kehidupan dijakarta nanti kuceritakan dilain tempat.
Tingkatan Bahasa Jerman
A1
A2
B1
B2
C1
C2

Bahasa jerman sampe tingkat B1 itu dianggap 2 tingkat karena tingkat pertama itu sampei setengah dari A2. Aku ambil cuman sampe B1 karena aku rasa udah cukup bisa berbahasa Jerman. Itu aja butuh waktu sekitar 6 bulan. Jadi aku mulai kursus tanggal 6 Juli dan selesai ujian B1 tanggal 14 Desember. Pengembangan bahasanya nanti klo udah sampe di Jerman aja. (padahal juga mau buru buru ke Jerman aja lo sad...!! iya kan ngaku!! :D)

Ok.. Kembali ke pondok Gontor. Karena aku akan pulang selamanya dan meninggalkan pondok tercinta yang mendidikku dari kecil  hingga dewasa hingga aku bisa berjalan, membaca, menulis, makan minum dll. (lebay lah..) hhe. Aku harus mengurus semua keperluan ku seperti ijazah dll. Aku harus bolak balik Ponorogo ke pondok untuk mengurus ini itu. Sampe temanku di bagian sekertaris pimpinan pondok bosan lihat muka ku yang selalu nongol dikamarnya. Apa perlu aku pake topeng ya klo ke kantor Sekpim. Hhe. Tapi ya alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Itu semua memang gak mudah dan sulit, tapi bisa. Proses pengambilan ijazah ini berlangsung lama bahkan sampai aku mau berangkat ke Jerman pun. Hha. Semangatt!!

Kawan, tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan dan pengorbanan, ingat itu, tidak ada keberhasilan yang didapat hanya dengan duduk santai dan melamun berharap langit akan menurunkan hujan emas. Ingat pesan ayahku, bahwa hidup itu enaknya hanya 25%, sisanya 75% adalah perjuangan dan pengorbanan. Orang sukses melihat kesempatan dalam kesempitan, namun orang yang malas selalu melihat kesulitan dalam setiap kesempatan.

Aku harus menemui pembimbing skirpsiku ustadz Syamsul Hadi Untung, untuk mengutarakan maksudku untuk tidak melanjutkan skripsiku. Dan meminta restu beliau untuk sekolah di Jerman. Aku menemui beliau sekitar 1 bulan setelah aku ijin ke bapak pimpinan pondok, atau dua bulan menjelang Ramadhan. Aku harus menemui beliau ke rumah beliau di nglumpang, tempatnya didekat pondok. Waktu aku kerumahnya, ternyata beliau hendak pergi untuk mengurus walimah didepan rumah bapak pimpinan, lalu beliau menyuruhku untuk ikut beliau dan duduk bersama didepan kantor ADM, waktu itu beliau menanyakan maksudku ingin menemui beliau, karena aku memang tidak memberitahu beliau sebelumnya  dan hanya mengatakan bahwa aku ingin ngobrol dengan beliau. Lalu aku ceritakan semuanya. Aku udah setengah skripsi kuselesaikan. Namun aku ingin lanjut studi keluar negeri. Dan aku bilang sebulan lalu aku udah ijin kepada bapak pimpinan pondok modern dan diijinkan dan harus menyelesaikan pengabdian sampai Ramadhan. Aku kira ustadz Syamsul akan mengiyakan aku meninggalkan S1 ku, namun diluar dugaanku, beliau mengatakan kalau aku harus tetap menyelesaikan skirpsiku dan ikut wisuda. “selesaikan dulu skirpsi antum, baru berangkat ke Jerman, wong wisuda udah didepan mata kok mau ditinggalkan, eman eman udah belajar 4 tahun.” Begitulah kira kira kalimat ajaib beliau yang membuat aku merasa semangat kembali melanjutkan menulis skripsiku, mau nanti lanjut S2 atau ngulang lagi S1 itu urusan belakang, yang penting sekarang selesaikan dulu yang ada didepan mata.

Fix. Aku harus membuka lagi folder skripsiku yang udah sebulan aku cuekin. Eh mana yaa..kok foldernya gk ketemu. Aku cari di bawah kolong kasur, dibawah tumpukan baju, di balik batu di pohon. Gk ketemuuu.....(alay lagii....:D). Aku mengotak atik lagi tu skripsi, dan yang paling berat adalah aku harus pergi lagi ke Sampang Madura, untuk mendapatakan data data yang aku butuhkan untuk skirpsi. Berat memang tapi itulah perjuangan. Didalam kesibukan mengajar dan mengurus toko buku aku harus mencuri waktu untuk bisa ke Madura. Seperti biasa, hari rabu kamis dan jumat adalah pilihanku, karena di hari hari itu aku piket toko buku, hhe. Kesempatan dalam kesempitan nih..aku ngajak temenku Arfan Rochimin untuk menemaniku ke Madura. Jalurnya aku harus pulang ke rumah dulu buat ambil mobil, dari rumah baru cabut ke Madura. Perjalanan dari Ponorogo ke rumah naik motor boncengan sama Arfan, pertama aku yang boncengin dulu sampe Madiun. Sekitar jam 8 kami sampe madiun. Laper. Ohya dideket kantor imigrasi Caruban ada nasi pecel malam, kami pun mampir dan makan disana. Nasi panas, pecel dan es teh manis memang sangat enak saat kami kelaparan. Hhe. Selasai makan kamipun melanjutkan perjalanan Caruban Bojonegoro. Namun kali ini Arfan yang bawa motor, aku capek. Hhe. Akupun bonceng dibelakang sambil bawa tas carrier super besarku. Untuk menuju kota Bojonegoro, kami harus lewat hutan dan bukit bukit. Malam pun makin larut, mataku tak tertahankan, sampei sampai aku gak sadar sedang boncengan pake motor. Aku tidur diatas sepeda motor. :D gila saking capeknya mungkin. Kamipun istirahat bentar di SPBU, saat sampe rumah sekitar jam 12 malam, Arfanpun ketawa sambil bercerita kalo dari tadi pas dia bawa motor, kepalaku sering nyentuh punggung dia karena aku sering ngangguk ngangguk ngantuk! Hhe. Masih beruntung aku gak jatuh kebelakang, padahal lewat tengah hutan dan bukit yang jalannya naik turun loh, sempat sempatnya aku tidur. Capek banget ya broh?? Hhe. Setelah dapat mobil, kamipun langsung melanjutkan perjalanan ke Madura, target pagi harus udah sampe disana. Perjalanan Bojonegoro Madura butuh waktu sekitar 6 jam. Arfan lagi yang memegang kendali mobil. Hha. Aku harus tidur nyenyak persiapan buat besok akan banyak berfikir dan berbuat. Eh lengkapnya sih gini.

Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa.

Hhe. kok ada gambar 5 cm nongol sih? Sok 5 cm lah intinya. Begitulah seterusnya sampai akhirnya aku bisa menyelesaikan skripsiku tepat pada waktunya. Sehingga tepat pada tanggal 6 juli 2013 aku menjalani sidang skripsi dan selesai dengan hasil yang memuaskan. B+. Alhamdulillah....dengan penguji beliau ustadz Syamsul Hadi Untung, Ust Rif’at dan Ust Mujib Abdurrahman. Beliau mengucapkan selamat atas kelulusanku diujian skripsi ini yang kebetulan ujian perdana dari kampus gontor. Sombonggg...:D. Hanya revisi sekarang yang aku fikirkan. Pas banget ustadz pembimbing skripsi yang bertanggung jawab ngurus revisiku adalah ust Mujib. Masih ingat sekali saat aku ketemu beliau di depan kantor Sekpim dan berbincang bincang dengan beliau tentang judul skirpsiku yang dianggap terlalu ekstrem yaitu ingin meneliti konflik sunni dan syiah di Madura yang masih hangat di media yang mana kondisi disana pun masih tidak kondusif untuk dikunjungi atau bahkan untuk diteliti. Terbukti saat pertama kali aku kesana untuk melihat kondisi disana, mobil mobil polisi dan brimob masih berjaga jaga diperbatasan konflik. Selesai ujian skripsi aku langsung siap siap pulang kampung. Siang sampai rumah dengan membawa kabar gembira dari langit ke tujuh. Hha. Malamnya aku dan ayahku langsung berangkat ke Jakarta untuk mengikuti kelas perdana belajar bahasa Jerman di Goethe Institut. 

Ya begitulah aku menyelesaikan studiku di Gontor. Memang semuanya tak terduga. Tak disangka bisa dikerjakan. Kadang yang direncanakan, tidak terjadi, tapi yang tidak direncanakan malah terjadi. Kebanyakan berawal dari mimpi dan tekad bulat untuk mewujudkannya.

Orang Tua, dan Dosen Pembimbing Skripsiku Ust Syamsul Hadi Untung
di acara Wisudaku 12 Sept 2013


To be continued to part 2 and Katak Wisuda

yang belum baca part 2 klik aja My Steps From Gontor to Germany part 2
jangan lewatkan baca Katak Wisuda ya..Katak Wisuda










5 komentar:

  1. haha.... kocak ust, trus gmn yg k ausrali?
    yg bgini ni sperti pribahasa "biarkan mengalir bagaikan air..."
    lah klo nasibnya kurang mujur gmn tad???

    BalasHapus
  2. hha...makasih.... yang ke australi ya gak jadi. alhamdulillah aja selalu mujur, mungkin karena doa ibu yang selalu dan manjur.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Afwan us.
    Mau tanya kan berhubung gontor itu ga ngeluarin raport kelas 3 SMA.
    Trus antum daftarnya gimana?
    Soalnya di persyaratan dokumen ad rapor kelas 3 sm 1 dan 2..
    Jazakumullah ust

    BalasHapus
  5. Assalamualaikum, bisa minta kontaknya Herr Tayasmen Kaka?

    BalasHapus